Isu Ketahanan Air Harus Jadi Salah Satu Agenda Pemilu 2024
NA, Jakarta (15/8). Geliat pemilihan umum (Pemilu) serentak 2024 sudah terasa. Tensi politik pun mulai memanas. Namun, pembicaraan tentang sumber daya air (SDA) dan permasalahannya, tampak dingin-dingin saja. Kedua hal tersebut (isu politik dan isu air) seperti dipandang sebagai dua hal berbeda yang tidak berkaitan sama sekali.
Ambil contoh dalam wacana-wacana yang dilontarkan oleh bakal calon presiden (bacapres). Kendati dua di antara bacapres sudah mewacanakan isu keberlanjutan program-program yang sudah dimulai di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tapi tak satu pun yang menyinggung masalah isu ketahanan air. Wacana yang berkembang lebih didominasi isu pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) ataupun program hilirisasi.
Terkait hal ini, Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Manajemen Sumber Daya Air Firdaus Ali menyampaikan kegundahannya. Menurut Firdaus, permasalahan air di Nusantara adalah hal yang amat krusial untuk terus diperhatikan dan diperbaiki.
“Air itu, kan, kebutuhan dasar. Ironisnya, hal yang menyangkut kebutuhan dasar manusia, dan diamanahkan dalam undang-undang pula, tetapi tidak di-adress dengan konkret. Kenapa? Karena komitmen politik di kita terhadap masalah air ini sangat rendah sekali,” tegas Firdaus Ali, saat ditemui di Kantor Kementerian PUPR, di Jakarta, Kamis (10/8).
Maka itu, ia mengusulkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan komitmen terhadap pembangunan sumber daya air masuk sebagai salah satu materi seleksi calon pemimpin di Indonesia. Baik untuk calon kepala daerah bahkan hingga calon presiden. Terlebih, dengan visi Indonesia Emas di tahun 2045, isu ketahanan menjadi sangat fundamental.
Bukan tanpa alasan gagasan tersebut dilontarkan. Firdaus menjelaskan, pemerintahan Presiden Jokowi telah menginisiasi upaya untuk membangun ketahanan air Indonesia. Sebanyak 61 bendungan baru, dan lima bendungan terbengkalai dibangun. Langkah ini menjadi catatan sejarah buat negeri ini. Bayangkan, sejak Indonesia merdeka 78 tahun silam, baru delapan tahun belakangan Indonesia melakukan pembangunan infrastruktur SDA secara massif.
“Tetapi ini belum cukup. Kita masih tertinggal jauh dari Thailand, Vietnam, dan bahkan Laos. Negara-negara tetangga itu mempunyai ketahanan air jauh di atas kita,” lugas Firdaus.
Sebagai gambaran, Thailand saja memiliki ketahanan air 1200 meter kubik perkapita pertahun. Sementara Indonesia pada 2014 hanya memiliki 49 meter kubik perkapita pertahun. Jika pada 2024 nanti seluruh bendungan selesai dibangun, maka Indonesia “baru” bisa shifting menjadi 57 meter kubik perkapita pertahun. Jumlah yang masih sangat kecil, dan jauh dari kata cukup.
Firdaus Ali menekankan agar upaya yang sudah diinisiasi pemerintahan saat ini dapat dilanjutkan. Bahkan, pembangunan infrastruktur SDA harus jauh lebih massif lagi di masa-masa pemerintahan yang akan datang. Tujuannya, agar Indonesia bisa memastikan ketahanan air guna keberlangsungan negeri ini. Maka, Pemilu 2024 harusnya menjadi momentum yang tepat untuk menantang para kandidat pemimpin, entah itu presiden ataupun kepala daerah, tentang komitmen terhadap isu ketahanan air.
“Bagi negara seperti Indonesia, ketahanan air memiliki arti yang sangat penting dan fundamental. Ketahanan air akan menopang ketahanan pangan dan ketahanan energi. Tidak ada ketahanan pangan dan energi tanpa ketahanan air. That’s impossible!” tegas Firdaus Ali.
RS/negeriair.com