Jangan Makan Timbal!

 NA, Bekasi (10/3). Tahukan Anda, apa yang dimaksud dengan logam berat? Istilah ini awalnya hanya ditujukan kepada logam yang memiliki berat jenis lebih besar dari 5 gram per sentimeter. Belakangan, unsur-unsur metaloid yang memiliki sifat berbahaya juga dikategorikan logam berat. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya kini sudah mencapai sekira 40 unsur!

Beberapa di antaranya adalah arsen (As), cadmium (Cd), dan timbal (Pb). Ketiga jenis logam berat ini, tentu, sama-sama memiliki daya rusak yang mengerikan jika masuk ke dalam tubuh manusia. Meski dampaknya berbeda-beda, tetapi ketiganya menjadi sumber penyakit bagi manusia.

Salah satu logam berat yang cukup populer dalam pengetahuan masyarakat—awam sekalipun, adalah timbal. Mengapa demikian? Timbal memang lazim digunakan pada industri non pangan. Logam berat inilah yang  paling sering muncul dalam kasus keracunan pada makhluk hidup. 

Contoh, kasus keracunan orang yang mengonsumsi kerang hijau yang terkontamniasi kandungan timbal tinggi. Paparan timbul bisa terakumulasi dalam plasma dan jaringan lunak. Dalam hal ini, janin dan anak-anak lebih sensitif terhadap paparan timbal. Karena itu, Ibu hamil kerap diingatkan untuk tidak mengonsumsi kerang hijau.

Beragam penyakit bisa timbul akibat timbal. Jenisnya juga masuk kategori penyakit-penyakit serius. Kontaminasi timbal menyebabkan kerusakan saraf, otak, dan penghambatan pertumbuhan anak-anak. Bukan itu saja, paparan timbal di dalam tubuh mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal serta gangguan reproduksi.

Pintu masuk timbal

Anda boleh bertanya, bagaimana bisa timbal dan/atau logam berat lainnya masuk ke dalam tubuh? Meski termasuk makhluk pemakan segala, tetap saja manusia tidak bisa memakan logam dan meminum bensin atau oli?

Tentu saja manusia tidak memakannya secara langsung. Timbal memasuki tubuh bisa melalui udara yang terpolusi. Konsumsi makanan dan minuman yang tercemar logam berat juga jadi pintu masuk buat timbal dan/atau logam berat lainnya meracuni tubuh. 

Sementara, sayur dan buah-buahan tercemar melalui tanah yang terkontaminasi logam berat. Bisa juga oleh air yang dipakai menyiram tanaman sayur dan buah tersebut. Bahkan ternak (kambing misalnya) yang memakan rumput tercemar juga bisa membuat daging ternak tersebut “mengangkut” timbal dan berujung di perut manusia.  

Muasal timbal

Seluruh logam berat ini muncul secara alami di lingkungan, dan nyaris tak bisa dihindari. Secara umum ada dua cara logam berat masuk ke lingkungan, yaitu secara natural dan antropogenik. 

Proses alami terjadi manakala adanya pelapukan sedimen akibat cuaca, erosi, serta aktivitas vulkanik. Kondisi itu mengakibatkan terlepasnya logam berat dan mengkontaminasi lingkungan.

Adapun proses antropogenik merupakan proses terlepasnya logam berat yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Misalnya, proses pelapisan logam dalam industri, pertambangan, dan peleburan bahan logam. Di bidang pertanian pun, penggunaan pestisida, pupuk, dan penyubur tanah menyebabkan terjadinya kontaminasi tanah dan air yang ada di lingkungan pertanian tersebut.

Logam-logam berat—termasuk timbal—dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya jika sudah masuk ke dalam lingkungan, baik dalam air, tanah, maupun udara. Setelah terlepas ke lingkungan, cepat atau lambat akan terserap oleh makhluk hidup dan terakumulasi di dalamnya.

Ini tentu jadi kondisi yang dilematis. Apalagi Indonesia saat ini tengah menggenjot industri. Jika industri—yang menggunakan logam—tidak memperhatikan keselamatan lingkungan, terutama saat proses pembuangan limbah, maka kualitas kesehatan masyarakat menjadi taruhannya. 

RS/negeriair.com

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *