Air Perpipaan di Pusaran Krisis Air

NA, Jakarta (23/6). Krisis air bersih yang melanda sejumlah daerah di Indonesia belakangan ini rupanya memiliki semacam benang merah. Ada kecenderungan yang mirip antara satu kasus dengan yang lainnya. Krisis, nyatanya, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor iklim. Buruknya manajemen sumber daya air di daerah-daerah—khususnya yang rawan air—juga ikut memperburuk keadaan.

Di Batam, misalnya, warga terpaksa harus mengambil air dari kubangan karena tidak punya sumber air untuk dipakai keperluan sehari-hari. Dari keterangan warga, sebagian wilayah yang kekurangan air bersih disebabkan adanya kerusakan pipa PDAM. Konsorsium air bersih di Batam mengklaim sudah melakukan perbaikan pipa yang rusak. Namun, warga mengaku belum teraliri air lagi.

Sama halnya yang terjadi di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Menurut Analis Kebencanaan Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Bima Mirafuddin, krisis air yang terjadi di 12 kelurahan tersebut bukan hanya akibat datangnya musim kemarau, Di sebagian lokasi, kekurangan air juga disebabkan oleh kerusakan instalasi perpipaan milik PDAM—(Baca: Kota Bima Krisis Air)

Semakin miris, kondisi serupa bahkan terjadi di Ibu Kota Negara, DKI Jakarta. Krisis air bersih melanda dua lokasi, yakni Rumah Susun (Rusun) Marunda, Cilincing, dan Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara. Di dua wilayah tersebut, masyarakat tidak bisa menggunakan air tanah karena sudah tidak layak konsumsi. Sementara, PAM Jaya selaku operator pemasok air minum mengklaim, pihaknya memiliki kesulitan dalam menyuplai air minum.  

Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin mengungkap krisis air bersih di Rusun Marunda terjadi karena lokasi tower dari pipa besar terlalu jauh. “(Rusun) Marunda seperti Marunda Kepu, itu sudah terjauh dari pipa besar kita,” ujar Arief kepada wartawan, belum lama ini. 

Jamak diketahui, ketiga wilayah tersebut di atas termasuk ke dalam daerah-daerah rawan air. Namun, tampaknya pemerintah daerah seperti tidak berdaya mengatasi persoalan yang ada. Menurut sejumlah informasi, di Batam dan Bima kondisi serupa sudah terjadi berulang-ulang, bertahun lamanya.

PDAM sebagai badan usaha milik daerah yang fokus pada pelayanan air minum untuk warga, nyatanya belum bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan ini. Jangankan mempersiapkan mitigasi kebencanaan dengan benar, utilitas-utilitas air minum itu justru masih sibuk bergulat dengan persoalan dirinya sendiri. 

Di Batam belum lama ini baru mengalami pengalihan konsesi dari perusahaan air minum swasta sebelumnya, yaitu PT ATB ke perusahaan yang baru, PT Moya Indonesia. Namun, persoalan air minum warga rupanya masih terjadi. Entah persoalan apa yang terjadi.

Sementara Bima, menurut Buku Kinerja BUMD AIr Minum Tahun 2022 yang dikeluarkan Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR, PDAM-nya dinyatakan sakit. Bagaimana bisa memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat secara optimal dengan kondisi seperti itu? Hal ini menunjukkan, ada persoalan besar dalam tata kelola sumber daya air di daerah-daerah di Indonesia.

Rois Said/negeriair.com   

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *